Beresiko Tingkatkan Penyakit Kronis, Jangan Sepelekan Kegemukan

Senin, 15 Juni 2020 - 11:51 WIB
loading...
Beresiko Tingkatkan...
Foto/Istimewa
A A A
Kebijakan di rumah saja berupaya memutus mata rantai persebaran Covid-19. Namun, akibatnya kenaikan berat badan rentan terjadi. Bagaimana mengatasinya?

Kalau berat badan sudah naik, ditambah kurang bergerak, sudah pasti yang terjadi adalah berat badan berlebih, bahkan obesitas. Jangan anggap sepele obesitas karena ini merupakan penyakit. Obesitas menurunkan sistem imunitas, terlebih kita segera memasuki era kenormalan baru (new normal), di mana diharapkan daya tahan tubuh tetap fit meski kasus Covid-19 masih tinggi. Imunitas yang rendah ini akhirnya berisiko meningkatkan penyakit kronis.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan bahwa angka berat badan berlebih adalah 13,6%, sedangkan obesitas mencapai 21,8%. Totalnya sekitar 30%. "Jadi, sepertiga dari penduduk Indonesia memiliki berat badan berlebih atau bahkan obesitas," kata Dokter Spesialis Gizi Klinik RS Pondok Indah, Puri Indah, dr Raissa Edwina Djuanda MGizi SpGk dalam RSPI Live Webinar bertema “Menjaga Berat Badan Ideal saat #dirumahaja” belum lama ini. (Baca: Begini Cara Pencegahan Penyebaran Covid-19 di Tempat Umum)

Masih berdasarkan data tahun 2018, terdapat 31% penduduk dengan obesitas sentral. DKI Jakarta adalah urutan terbanyak provinsi dengan obesitas sentral (perut buncit). “Satu dari lima pria berat badannya berlebih, dan satu dari tiga wanita berat badannya berlebih," beber dr Raissa. Ini adalah akumulasi lemak di perut yang mengakibatkan peningkatan ukuran perut dan daerah di sekitar pinggang.

Lima tahun ke depan angka ini diprediksi meningkat. Obesitas sentral telah lama terbukti berkaitan dengan munculnya berbagai masalah kesehatan. Dr Raissa menekankan bahwa obesitas termasuk penyakit kronis dan akibat yang ditimbulkan banyak, mulai otak hingga pembuluh darah, seperti diabetes tipe 2, hipertensi, kolesterol tinggi, fatty liver, kanker jenis tertentu, osteoarthritis, sleep apnea. Sleep apnea atau henti napas saat tidur, misalnya, bisa menyebabkan kematian mendadak.

Obesitas termasuk penyakit tidak menular (PTM), di mana secara global kematian akibat PTM mencapai 36 juta jiwa/tahun. Sepuluh tahun mendatang bahkan diprediksi meningkat 17%.

Lantas, bagaimana mencegahnya? Intervensi nutrisi adalah jawabannya, mencakup stop merokok, makan makanan sehat, olahraga, dan hindari alkohol berlebihan. "Untuk mengetahui siapa yang berisiko terkena PTM bisa dilihat dari indeks massa tubuh (IMT) dan lingkar pinggang. Lebih dari 80 cm (wanita) berisiko PTM, sedangkan pria lebih dari 90 cm," urainya. (Lihat videonya: Wisata Kebun Teh Puncak Bogor Mulai Dipenuhi Pengunjung)

Tekanan darah, kadar gula darah, kolesterol, fungsi hati dan ginjal, serta gejala klinis adalah parameter lain untuk menentukan apakah berisiko PTM. Dr Raissa menjelaskan, untuk sukses diet sebetulnya tidak sulit. Kuncinya terletak pada makanan, olahraga, gaya hidup sehat. Ketiganya tidaklah instan, tetapi harus diulang.

Diet bukan berarti tidak makan, tetapi mengurangi makan. Porsi kecil tapi sering, pilih piring yang kecil saja. Perhatikan jenis yang dimakan, waktunya, lokasi makan, dan bagaimana cara makanan tersebut diolah. Diketahui, kalori nasi putih adalah 200 kal, ayam goreng tepung 520 kal, ayam bakar 150 kal, gorengan persatuan 200 kal, dan es teh manis 100 kal per gelas.

Pada kesempatan lain, Dr dr Fiastuti Witjaksono MS MSc SpGK (K) menjelaskan, karbohidrat sederhana hanya boleh dikonsumsi 10% setiap hari. “Karbohidrat sederhana itu termasuk gula,” ujarnya. Misalnya, seseorang makan sebanyak 1.600 kkal, maka 10%-nya untuk karbohidrat sederhana yang boleh dimakan adalah 160 kkal.

Jika 1 gram mengandung 4 kkal, kandungan karbohidrat sederhana yang diperbolehkan adalah 40 gram. Jadi, maksimal gula yang boleh dikonsumsi adalah empat sendok. “Bila kita mengonsumsi terlalu banyak gula, risiko terkena diabetes pun semakin tinggi,” kata dr Fiastuti. (Baca juga: 5 Kebiasaan Baik yang Perlud Diterapkan Saat New Normal)

Hati-hati juga terhadap tepung yang biasa dipakai untuk membuat kue. Umumnya tepung tersebut sudah mengandung gula. Tidak hanya itu, makanan olahan lain yang mengandung banyak gula antara lain madu, sirup, jus buah, dan konsentrat buah. “Untuk itulah, ketika mengonsumsi minuman kemasan, kita perlu membaca kandungan gula yang terdapat dalam kemasan,” ucap dia. Jadi, mulailah menghitung berapa banyak gula yang sudah kita konsumsi setiap hari dan kurangi takarannya bila sudah berlebih. (Sri Noviarni)
(ysw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1304 seconds (0.1#10.140)